Syarat Badal Haji Untuk Orang Yang Sudah Meninggal

Syarat Badal Haji Untuk Orang Yang Sudah Meninggal

Syarat Badal Haji Untuk Orang Yang Sudah Meninggal – Badal haji adalah ketika seseorang mengerjakan ibadah haji atas nama orang lain yang telah meninggal dunia ataupun uzur. Biasanya badal haji sering kali dilakukan oleh keluarga atau kerabat dekat yang ingin mendoakan orang yang telah meninggal dengan mengerjakan ibadah haji sebagai pengganti.

Badal haji umumnya dilakukan ketika seseorang tidak dapat mengerjakan haji secara langsung karena alasan keterbatasan fisik, kesehatan, atau keterbatasan lainnya. Sehingga orang tersebut meminta orang lain yang sehat dan mampu untuk mewakilinya dalam mengerjakan haji.

Pada dasarnya badal haji merupakan bentuk bakti seseorang kepada orang yang telah meninggal (entah orang tua ataupun keluarga) sebagai amal jariyah untuk orang yang telah meninggal. Meskipun badal haji umumnya dilakukan atas nama orang yang telah meninggal, ada juga beberapa pendapat yang memperbolehkan badal haji atas nama orang yang masih hidup, seperti orang yang sedang sakit atau tidak mampu secara fisik untuk mengerjakan haji.

Baca juga: Apa Boleh, Orang Belum Pergi Haji Tapi Membadalkan Orang Lain ?

Ibadah haji secara langsung masih dianggap lebih utama dari pada melakukan badal haji. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki kemampuan untuk melaksanakan haji sendiri, disarankan untuk melakukannya secara langsung.

Syarat-Syarat Badal haji

Untuk melakukan badal haji ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, berikut syarat-syarat yang wajib dipenuhi jika ingin melaksanakan badal haji:

Fisik yang tidak memungkinkan

Menunaikan ibadah haji memerlukan kekuatan fisik yang cukup ekstra, seperti melakukan tawaf, sa’i dan lainya. Syarat pertama yang harus terpenuhi untuk melakukan badal haji, ketika seseorang memiliki fisik yang tidak memungkinkan untuk melakukan rangkaian ibadah haji, maka diperbolehkan untuk melakukan badal haji.

Badal haji memang diperuntukan untuk seorang muslim yang tidak memiliki fisik memungkinkan untuk berangkat haji, seperti sakit sangat keras, lansia dan juga meninggal dunia.

Mampu secara finansial.

Salah satu syarat dari haji dan haji adalah mampu, entah itu mampu secara fisik maupun finansial. Begitu juga untuk badal haji, tidak boleh membadalkan seseorang yang tidak mampu secara finansial.

Jadi badal haji hanya diperuntukan untuk seseorang yang memang memiliki finansial yang cukup atau mampu namun fisik tidak memungkinkan untuk melakukan haji dengan sendirinya.

Baca juga: 5 Syarat Seseorang Dikatakan Mampu Untuk berhaji

Sakit

Selain orang yang sudah meninggal, boleh membadalkan haji bagi orang yang sedang sakit keras. Yang dimaksud sakit keras disini seseorang yang sudah divonis kemungkinan sembuh kecil. Orang tua yang sudah renta juga diperbolehkan untuk dibadalkan.

Wafat/meninggal dunia

Sudah umum untuk syarat yang satu ini. Diperbolehkan membadalkan haji untuk seseorang yang telah meninggal dunia. Seperti yang dijelaskan diatas, membadalkan merupakan salah bentuk bakti kita terhadap orang yang telah meninggalkan (ortu atau keluarga).

Orang yang membadalkan harus pernah haji

Tidak semua muslim bisa membadalkan haji seseorang. Syarat bagi orang yang membadalkan adalah pernah melakukan haji sebelumnya. Imam al-Mawardi dari kalangan mazhab Syafi’iah berpendapat tidak memperbolehkan membadalkan haji seseorang, sedangkan dirinya sendiri belum pernah melaksanakan haji, juga disusul beberapa ulama yang tidak memperbolehkan seperti, Ibnu Abbas, Imam al-Auza’i, Imam Ahmad, dan Imam Ishaq.

Baca juga: Apa Boleh, Orang Belum Pergi Haji Tapi Membadalkan Orang Lain

Diperbolehkan membadalkan lawan jenis

Diperbolehkan untuk membadalkan beda jenis kelamin, seperti muslim laki-laki membadalkan muslim perempuan dan muslim perempuan membadalkan muslim laki-laki.

Membadalkan satu orang dalam satu haji

Hanya diperbolehkan membadalkan satu orang dalam satu pelaksanaan ibadah haji. Jadi tidak boleh membadalkan lebih dari satu (dua ataupun tiga) dalam satu pelaksanaan haji. 
Jika jamaah memiliki rencana untuk pergi haji atau membadalkan seseorang seperti orang tua ataupun keluarga laina, pilihlah travel yang terpercaya dan memiliki track record yang sudah terjamin. Almira Travel hadir untuk muslim Indonesia sebagai travel haji dan haji terbaik, terpercaya, aman dan amanah. Travel kami telah lama melayani jamaah untuk menemani ibadah suci mereka.

Hikmah Mandi Sebelum Ihram Bagi Jamaah

Hikmah Mandi Sebelum Ihram Bagi Jamaah

Ihram termasuk dalam salah satu rukun umroh dan haji. Rukun perkara yang penting tidak bisa ditinggalkan, jika ditinggalkan maka ibadah haji dan umroh tidak sah. Diantara sunnah sebelum ihram adalah mandi, selain itu ada menggunakan minyak wangi, memotong kuku serta mencabut/mencukur bulu.

Proses mandi ihram bukan hanya sekedar seperti mandi biasa, mandi sebelum ihram termasuk dalam kategori ibadah dan kebersihan, serta jangan lupa diniatkan untuk membesarkan Allah SWT melalui ibadah umroh maupun haji.

Baca juga: Larangan Ihram Bagi Perempuan dan Laki-Laki

Niat Mandi Ihram 

Berikut lafal merupakan lafal niat mandi sebelum ihram:

 نَوَيْتُ غُسْلَ الِإحرَام سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى 

Nawaytu ghuslal ihrāmi sunnatan lilāhi ta‘ālā. 

Artinya, “Saya niat mandi ihram sunnah karena Allah SWT.”

Mandi ihram dikerjakan sebelum melaksanakan ihram, jadi sebelum melakukan niat ihram jamaah disunahkan untuk melakukan mandi terlebih dahulu. Kesunnahan mandi sebelum ihram ini bisa dikerjakan ketika ibada umrah maupun ibadah haji.

Sedangkan ketentuan lainya sama halnya ketika mandi junub, seperti syarat-syarat mandi wajib:

  1. Niat yang diucapkan dalam hati
  2. Islam
  3. Berakal dan sehat
  4. Air yang digunakan suci dan mensucikan serta mubah
  5. Tidak ada suatu perkara yang mencegah dan menghalangi sampainya air ke kulit.

Baca juga: Lafal Niat Mandi Ihram Haji dan Umroh

Hikmah Mandi Ihram Bagi Jamaah

Kesunnahan dari mandi ihram tidak hanya untuk laki-laki saja, melainkan juga disunnahkan untuk perempuan melaksanakannya. Anjuran untuk melaksanakan mandi ihram berdasarkan beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, ketika Rasulullah hendak berniat ihram beliau mandi terlebih dahulu. 

Pada Mazhab Syafi’i sendiri menganjurkan dengan penekanan untuk melaksanakan mandi ihram, jika jamaah meninggalkan mandi ihram hukumnya makruh, mengingat begitu banyak hadits yang menganjurkan tentang kesunnahan mandi ihram.

Ada dua tujuan yang didapatkan untuk mengerjakan sunnah mandi ihram ini, Pertama jamaah yang mengamalkan sesuatu yang telah dikerjakan oleh Rasulullah SAW dan sahabatnya. Kedua mandi ihram ini bertujuan agar menghilangkan bau badan dan membersihkan badan agar tidak mengganggu dirinya sendiri maupun jamaah lainya pada proses ibadah.

Baca juga: Apa Boleh? Tidak Mencium atau Melambaikan Tangan ke Ka’bah Saat Tawaf

Apa Boleh? Tidak Mencium atau Melambaikan Tangan ke Ka’bah Saat Tawaf

Apa Boleh? Tidak Mencium atau Melambaikan Tangan ke Ka’bah Saat Tawaf

Tawaf adalah mengelilingi ka’bah tujuh kali, dimulai dan diakhiri di Hajar aswad, serta memposisikan ka’bah di sebelah kiri saat bertawaf.

Dalam Tuntunan Manasik Haji Dan Umroh dari Kemenag menjelaskan bahwa ada lima jenis tawaf. Yang pertama ada tawaf rukun atau yang biasa disebut tawaf ifadah, tawaf ifadah adalah tawaf rukun haji dan juga disebut tawaf rukun umrah. 

Yang kedua Tawaf qudum atau tawaf penghormatan kepada Baitullah, yang biasanya dikerjakan ketika baru sampai tiba di kota Mekkah, hukum tawaf qudum adalah sunnah. Biasanya tawaf ini dikerjakan haji ifrad dan haji qiran.

Yang ketiga ada tawaf wada’ atau tawaf perpisahan, yakni tawaf yang dikerjakan ketika jamaah ingin meninggalkan kota Mekkah. Yang keempat tawaf nazar, wajib dikerjakan dan waktunya kapan saja. Dan yang terakhir tawaf sunnah.

Baca juga: Pengertian Tawaf Wada’ Dalam Umroh dan Haji

Salah satu sunnah ketika melakukan tawaf adalah menyentuh dan mencium hajar aswad.  Apabila tidak memungkinkan bisa diganti dengan isyarat berupa melambaikan tangan lalu menciumnya.

Istilam Hajar Aswad (Menyentuh Hajar Aswad)

Diriwayat dari Jabir radliyallahu anh, Rasulullah bercerita:

  طَافَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْبَيْتِ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ عَلَى رَاحِلَتِهِ يَسْتَلِمُ الْحَجَرَ بِمِحْجَنِهِ لِأَنْ يَرَاهُ النَّاسُ وَلِيُشْرِفَ وَلِيَسْأَلُوهُ فَإِنَّ النَّاسَ غَشُوهُ 

Artinya: “Pada waktu haji wada’ Rasulullah ﷺ thawaf di Baitullah dengan menaiki hewan tunggangannya. Beliau istilam terhadap hajar aswad dengan tongkat beliau agar semua manusia melihat dan menyaksikan serta bisa menanyakan sesuatu kepada beliau, sebab pada saat itu orang-orang sedang mengerumuni beliau.” (HR Muslim)

Dalam hadits diatas menyebutkan bahwa Rasulullah pernah melakukan istilam terhadap Hajar Aswad ketika tawaf. Istilam merupakan menyentuh hajar aswad menggunakan tangan agar mendapatkan berkah dari Allah SWT. 

Hukum dari istilam sendiri adalah sunnah untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan disunnahkan untuk melakukan istilam ke Hajar Aswad ketika keadaan ka’bah sepi. 

Sunnah (muakkad) Melakukan istilam ke Hajar Aswad ditekankan lagi pada saat putaran ganjil dalam tawaf, apabila tidak memungkinkan dapat dilakukan ketika awal memulai tawaf.

Baca juga: Apa Itu Tawaf Qudum ? Berikut Penjelasanya

Selain menyentuh Hajar Aswad, ada beberapa sunnah yang lain seperti:

  • Menyentuh Hajar Aswad pada awal melakukan Tawaf
  • Mencium Hajar Aswad
  • Menempelkan jidat ke Hajar Aswad
  • Jika tidak memungkinkan mencium langsung bisa menyentuh Hajar aswad dengan tangan lalu tangan tersebut dicium lagi (oleh dirinya sendiri).
  • Dirasa tidak memungkinkan untuk menyentuh bisa mengganti dengan isyarat, dengan melambaikan tangan lalu mencium tangan.
  • Apabila menyentuh menggunakan tangan tidak memungkinkan, bisa menggunakan tongkat lau ujung lainya di cium juga.

Bukan hanya istilam terhadap Hajar Aswad saja yang di sunnahkan, namun melakukan istilam terhadap rukun Yamani (sudut ka’bah dari barat daya) juga disunnahkan. Namun yang menjadi perbedaan adalah disunnahkan untuk menyentuh Hajar Aswad dan juga disunnahkan untuk mencium serta menempelkan jidat di Hajar Aswad. Sedangkan pada rukun yamani hanya disunnahkan untuk menyentuhnya tidak disunnahkan untuk mencium sudutnya, serta disunnahkan untuk mencium tangan setelah menyentuh rukun yamani.

Apa Boleh? Tidak Mencium atau Melambaikan Tangan ke Ka’bah Saat Tawaf 

Bisa dapat diambil kesimpulan dari tulisan diatas, menyentuh dan mencium hajar aswad serta menyentuh rukun yamani dihukumi sunnah. Apabila tidak memungkinkan bisa diganti dengan isyarat berupa melambaikan tangan lalu menciumnya (Hajar Aswad maupun Rukun Yamani) itu juga dihukumi sunnah. Jadi ketika seseorang sengaja dan tidak sengaja meninggalkan istilam maka tawafnya hukumnya sah.

Baca juga: Bacaan Ketika Tawaf Mengelilingi Ka’bah, Berikut Doanya

Untuk para jamaah ada yang perlu diperhatikan dalam menyentuh ka’bah dan juga Hajar Aswad ketika melakukan tawaf, bangunan luar ka’bah rutin diberikan parfum oleh petugas Masjidil Haram, salah satu larangan ketika ihram adalah menggunakan parfum, jika ketika bertawaf dalam waktu ihram dan melakukan istilam justru haram karena sengaja menyentuh parfum. Tapi berbeda ketika menyentuh ketika tawaf di luar ihram (tawaf sunnah).

Apa Boleh, Orang Belum Pergi Haji Tapi Membadalkan Orang Lain ?

Apa Boleh, Orang Belum Pergi Haji Tapi Membadalkan Orang Lain ?

Haji, perjalanan suci yang dilakukan oleh umat Islam ke Mekah, merupakan momen yang penuh makna dan kebahagiaan. Setiap tahunnya, jutaan orang dari berbagai penjuru dunia memadati kota suci tersebut untuk menunaikan ibadah yang diwajibkan oleh Allah. Haji memiliki banyak keutamaan, seperti hadis berikut ini:

أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ 

Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda, ‘Umrah ke umrah merupakan kafarat (dosa) diantara keduanya. Sedangkan haji mabrur tiada balasan baginya kecuali surga,’” (HR Malik, Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Al-Asbihani).

Baca juga: 5 Keistimewaan Hajar Aswad, Batu Mulia Dari Surga

Salah satu dari syarat haji adalah mampu (istitha’ah), tidak semua orang bisa masuk dalam kategori mampu untuk berhaji. Syarat inilah yang menjadi pembeda dari ibadah lainya, kemampuan secara fisik maupun kemampuan secara finansial. Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 97: 

  وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا  

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah,” (QS Ali Imran 97).

Dalam memahami mampu dalam ayat diatas, para ulama’ membagi menjadi dua bagian, Pertama mampu mengerjakan haji dengan dirinya sendiri, Kedua mampu mengerjakan haji digantikan orang lain disebut badal haji.

Badal haji adalah ketika seseorang mengerjakan ibadah haji atas nama orang lain yang telah meninggal dunia ataupun uzur. Biasanya badal haji sering kali dilakukan oleh keluarga atau kerabat dekat yang ingin mendoakan orang yang telah meninggal dengan mengerjakan ibadah haji sebagai pengganti.

Badal haji umumnya dilakukan ketika seseorang tidak dapat mengerjakan haji secara langsung karena alasan keterbatasan fisik, kesehatan, atau keterbatasan lainnya. Sehingga orang tersebut meminta orang lain yang sehat dan mampu untuk mewakilinya dalam mengerjakan haji.

Pada dasarnya badal haji merupakan bentuk bakti seseorang kepada orang yang telah meninggal (entah orang tua ataupun keluarga) sebagai amal jariyah untuk orang yang telah meninggal. Meskipun badal haji umumnya dilakukan atas nama orang yang telah meninggal, ada juga beberapa pendapat yang memperbolehkan badal haji atas nama orang yang masih hidup, seperti orang yang sedang sakit atau tidak mampu secara fisik untuk mengerjakan haji.

Baca juga: Paket Umroh Murah

Ibadah haji secara langsung masih dianggap lebih utama daripada melakukan badal haji. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki kemampuan untuk melaksanakan haji sendiri, disarankan untuk melakukannya secara langsung.

Badal haji untuk orang yang sudah meninggal

Membahas tentang hukum membadalkan haji seseorang, sedangkan dirinya sendiri belum pernah melaksanakan haji, ulama masih memperselisihkan dalam hukumnya. Imam al-Mawardi dari kalangan mazhab Syafi’iah berpendapat tidak memperbolehkan, juga disusul beberapa ulama yang tidak memperbolehkan seperti, Ibnu Abbas, Imam al-Auza’i, Imam Ahmad, dan Imam Ishaq.

Sedangkan menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik memperbolehkan seseorang membadalkan haji, sedangkan dirinya sendiri belum pernah melaksanakan haji. Menurut at-Tsauri, jika masih memungkinkan (masih mampu) untuk pergi haji untuk dirinya sendiri, maka tidak boleh membadalkan haji orang lain, namun jika tidak memungkinkan maka diperbolehkan.

Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/belum-pernah-haji-tapi-membadalkan-orang-lain-bolehkah-u5c6K

5 Keistimewaan Hajar Aswad, Batu Mulia Dari Surga

5 Keistimewaan Hajar Aswad, Batu Mulia Dari Surga

Hajar Aswad adalah salah satu simbol penting dalam ibadah umrah dan haji. Terletak di sudut tenggara Ka’bah, Hajar Aswad adalah sebuah batu hitam yang berasal dari surga. 

Batu ini memiliki makna spiritual dan sejarah yang dalam bagi umat Islam. Berikut adalah beberapa keistimewaan Hajar Aswad dalam ibadah umrah dan haji:

1# Batu Mulia Dari Surga

Hadits riwayat Ahmad, An nasa’i Ibnu khuzaimah dan At-Tirmidzi, dari Ibnu Abbas RA ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Hajar Aswad turun dari surga, dalam kondisi berwarna lebih putih dari air susu. Kemudian, dosa-dosa anak Adamlah yang membuatnya jadi berwarna hitam’.”

Dikutip dari hadits diatas, bahwasanya hajar aswad berasal dari surga, yang pada awalnya warna dari batu ini adalah putih lebih putih dari air susu. Namun karena terlalu lama di dunia dan karena dosa-dosa anak adam merubah warna batu ini menjadi hitam.

Baca juga: Ciri-ciri Haji Mabrur ala Rasulullah

2# Perlambang Awal dan Akhir Tawaf

Dalam ibadah umrah dan haji, Hajar Aswad menjadi titik awal dan akhir dari setiap putaran tawaf. Ketika memulai tawaf, para jamaah disunahkan untuk menyentuh atau mencium ( jika tidak bisa, dapat diganti dengan isyaroh) Hajar Aswad dan memulai perjalanan mereka mengelilingi Ka’bah. 

Ketika selesai melakukan tujuh putaran,jamaah haji dan umroh kembali ke Hajar Aswad sebagai penanda akhir tawaf. Hal ini memberikan makna bahwa segala usaha dan pengorbanan yang dilakukan selama tawaf berawal dan berakhir dengan Hajar Aswad sebagai simbol kesucian dan kesempurnaan.

3# Saksi Hari Kiamat

Diriwayatkan dari Ibnu Khuzaimah, Ibnu majah dan Ibnu Hibbban, dari Ibnu Abbas RA, ia berkata Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Hajar Aswad memiliki lidah dan bibir yang dapat memberikan kesaksian terhadap orang yang mencium atau menyentuhnya pada hari Kiamat dengan jujur.” 

4# Sunnah menciumnya

Salah satu dari Sunnah ibadah umroh adalah mencium hajar aswad jika memungkinkan, jika tidak, bisa diganti dengan menyentuh hajar aswad dengan tangan lalu mencium tangan, jik tidak, bisa diganti dengan melambaikan tangan.

Hadits riwayat Imam Muslim, Umar bin Khattab berkata “Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan mudharat (bahaya), tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Seandainya bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku tidak akan menciummu.” (HR Muslim).

Baca juga: Wajib!! Perlengkapan Umroh Wanita yang Tidak Boleh Tertinggal

5# Tangan Kanan Allah SWT

Hadits riwayat Imam Dailami, Rasulullah SAW bersabda “Hajar Aswad adalah tangan kanan Allah di bumi.” (HR Dailami).

Dalam hadits diatas, melambangkan bahwa hajar aswad menjadi tangan kanan yang ada di bumi, bukan tangan secara dhohir, melainkan hanya simbol bahwa Hajar Aswad menjadi batu mulia yang diturunkan oleh Allah SWT. 

Meskipun Hajar Aswad memiliki keistimewaan yang luar biasa dalam islam, penting untuk diingat bahwa Hajar Aswad hanyalah sebuah simbol dan salah satu kuasa Allah. Ibadah yang dilakukan dengan ikhlas dan berdasarkan ajaran agama merupakan hal yang utama dalam mendapatkan keberkahan dari Allah.

Dalam menghadapi Hajar Aswad, jamaah umrah dan haji dianjurkan untuk tetap menjaga sopan santun, menghormati ruang orang lain, dan menjaga keselamatan diri dan orang lain di sekitar mereka.

Dengan menjaga kebersihan hati, fokus pada ibadah, dan merenungkan makna spiritual Hajar Aswad, jamaah umrah dan haji dapat mengambil manfaat yang mendalam dari kehadiran batu hitam yang luar biasa ini.
Jika jamaah memiliki rencana untuk pergi umroh dan ingin menyentuh Hajar Aswad, pilihlah travel yang terpercaya dan memiliki track record yang sudah terjamin. Almira Travel hadir untuk muslim Indonesia sebagai travel umroh dan haji terbaik, terpercaya, aman dan amanah. Travel kami telah lama melayani jamaah untuk menemani ibadah suci mereka.

Mengenal Mabit di Muzdalifah

Mengenal Mabit di Muzdalifah

Mabit di Muzdalifah adalah salah satu rangkaian ibadah haji yang dilakukan oleh jamaah haji saat berada di Muzdalifah, sedangkan Muzdalifah merupakan sebuah wilayah yang terletak antara Arafah dan Mina. 

Mabit di Muzdalifah terjadi setelah melaksanakan wukuf di Arafah, saat langit malam mulai menggelayuti bumi, dan jamaah haji menjejakkan kaki di tanah yang penuh berkah ini. Di sini, mereka diberi kesempatan untuk mengendapkan kelelahan fisik dan menghampiri keberkahan rohani.

Baca juga: Selesai, Ibadah Haji Ditutup Dengan Ritual Cukur Rambut

Pengertian Mabit di Muzdalifah

Kata mabit berasal dari kata “baata” seperti dalam susunan kalimat “fii makaani baata” yang memiliki arti bermalam. Sedangkan kata “ Al-mabit memilki arti tempat menetap atau bermalam (menginap di malam hari).

Mabit adalah kegiatan menginap di Muzdalifah dimulai dari tengah malam hari setelah hari Arafah, tepatnya pada tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Islam hingga terbitnya fajar. Boleh dikerjakan sebentar namun dikerjakan setelah tengah malam.

Biasanya jamaah pada saat ketika mabit di Muzdalifah melakukan sholat magrib dan shalat isya’ yang di jamak takhir serta Istirahat. Selain itu selama mabit di Muzdalifah, jamaah haji melakukan beberapa kegiatan ibadah yang dianjurkan membaca talbiyah, dzikir, istighfar, berdoa atau membaca al-Qur’an.

Hukum dari mabit di Muzdalifah adalah wajib, semua Imam Mazhab telah setuju dengan pendapat ini, kecuali seseorang yang sedang udzur. Jika jamaah tidak mengerjakan mabit maka wajib membayar dam berupa satu ekor kambing, jika tidak bisa maka diganti dengan membayar fidyah atau berpuasa selama 10 hari dengan rincian 3 hari pada masa haji dan 7 hari di kampung halaman.

Baca Juga: Bedanya Haji Plus dan Haji furoda

Kewajiban mabit di muzdalifah berdasarkan firman Allah SWT:

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ 

Artinya: “Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu. Maka apabila kamu bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepadamu, sekalipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang yang tidak tahu.” (QS. Al-Baqarah Ayat 198).

Salah satu tugas yang dilakukan di Muzdalifah adalah mengumpulkan kerikil yang akan digunakan untuk melempar Jumrah. Kerikil ini biasanya dikumpulkan untuk digunakan di Mina pada hari-hari berikutnya.

Setelah selesai mabit di Muzdalifah, jamaah haji melanjutkan perjalanan ke Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah untuk melaksanakan serangkaian ibadah haji, termasuk melempar Jumrah, mencukur atau memotong rambut, dan berbagai kegiatan lainnya yang menjadi bagian dari ibadah haji.

Tahukan Anda, Bulan-Bulan Haji Dimulai Pada Bulan Apa?

Tahukan Anda, Bulan-Bulan Haji Dimulai Pada Bulan Apa?

Bulan-Bulan Haji Dimulai Pada Bulan Apa – Waktu haji merupakan periode yang dijadikan umat Muslim sebagai kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji, salah satu rukun Islam yang wajib bagi mereka yang mampu melakukannya.

Waktu haji dikaitkan dengan keberkahan yang besar. Selain itu, waktu haji juga menjadi momen kesatuan dan kebersamaan umat Muslim dari berbagai negara, suku, dan latar belakang yang berkumpul di Tanah Suci Mekkah Al Mukarromah, dalam satu tujuan yang sama, yaitu beribadah kepada Allah SWT. Semangat kebersamaan dan persaudaraan yang terjalin selama waktu haji menjadi bukti nyata dari kekuatan Islam yang mempersatukan umat.

Baca juga: Enaknya Umroh Bersama Pasangan yang Halal

Sebelum memasuki waktu haji, para calon jamaah haji perlu melakukan persiapan yang matang. Hal ini meliputi persiapan fisik, mental, dan spiritual. 

  • Fisik, dalam arti menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh agar mampu menghadapi perjalanan yang menantang. 
  • Mental, dengan menguatkan tekad dan kesiapan untuk menjalani ibadah yang penuh kesabaran dan pengorbanan. 
  • Spiritual, dengan memperdalam pemahaman tentang ibadah haji, memperbanyak ibadah, dan memohon kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan dan keberkahan dalam menjalankan haji.

Bulan-Bulan Haji Dimulai Pada Bulan Syawal dan Diakhiri Bulan Dzulhijjah

Ibadah haji memiliki waktu yang telah ditentukan. Pelaksanaannya haji dimulai dari bulan Syawal, Dzulqa’dah dan diakhiri pada Dzulhijjah. Selama periode ini, para jamaah haji akan melaksanakan serangkaian ritual yang meliputi tawaf di Ka’bah, sa’i antara bukit Safa dan Marwah, wukuf di Padang Arafah, melontar jumrah, serta berbagai ibadah lainnya.

Maka ketika jamaah haji melakukan ihram sebelum atau diluar dari bulan Syawal dan Dzulhijjah maka hajinya tidak dikategorikan sah, namun berubah menjadi umroh.

Baca juga: Bulan yang Paling Utama untuk Melaksanakan Umrah

Jika dilihat dari waktu disetiap rukun haji seperti berikut ini:

  • Ihram: dapat dikerjakan dari bulan Syawal hingga terbitnya fajar pada tanggal 10 Dzulhijja.
  • Wukuf: Wukuf di Arafah adalah rangkaian ibadah haji yang wajib dilakukan pada waktu zuhur tanggal 9 Dzulhijjah sampai subuh tanggal 10 Dzulhijjah, selain itu bisa dikerjakan dari siang hingga setelah magrib atau malam hari atau sampai menjelang subuh.
  • Tawaf:Tawaf adalah mengelilingi ka’bah tujuh kali, dimulai dan diakhiri di Hajar aswad, serta memposisikan ka’bah di sebelah kiri saat bertawaf. Waktu tawaf dimulai dari tengah malam 10 Dzulhijjah dan tidak ada batas akhirnya, namun diutamakan pada hari raya idul adha hingga tergelincirnya matahari.
  • Sa’i: Berjalan tujuh kali antara bukit Shafa dan bukit Marwah yang disebut Sa’i, waktu untuk mengerjakanya setelah melakukan tawaf qudum atau ifadhah dan tidak memiliki batas waktu.
  • Tahallul: Tahallul adalah mencukur rambut,waktu untuk mengerjakanya setelah melakukan tawaf qudum atau ifadhah dan tidak memiliki batas waktu.

Waktu haji merupakan periode yang dijadikan bagi umat Muslim untuk melaksanakan ibadah haji dengan khusyuk dan tulus ikhlas. Memahami ibadah haji, menghargainya, dan menjalankan ibadah dengan sungguh-sungguh, kita dapat meraih manfaat spiritual dan pengalaman yang mendalam dalam memperkuat iman, mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta meningkatkan persatuan dan persaudaraan umat Muslim di seluruh dunia.
Jika anda ingin konsultasi mengenai haji bisa langsung hubungi kami di kolom contact yang tersedia diatas. Almira Travel dari PT Almira Berkah Abadi hadir untuk muslim Indonesia sebagai travel umroh dan haji terbaik, terpercaya, aman dan amanah. Yang sudah berpengalaman memberangkatkan jamaah haji plus dan memberikan kenyamanan ibadah yang terbaik.Travel kami telah lama melayani jamaah untuk menemani ibadah suci mereka.

Bukit Shafa dan Marwah, Sejarah Sa’i dalam Haji

Bukit Shafa dan Marwah, Sejarah Sa’i dalam Haji

Setiap tahun, jutaan umat Muslim datang dari seluruh dunia untuk menjalankan ibadah haji dan umrah, serta melaksanakan Sa’i di antara dua bukit ini sebagai salah satu rukun dari haji dan umrah. Ini adalah momen spiritual yang sangat penting bagi umat Islam, merenungkan kisah Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar, dan Ismail AS, dan mengambil pelajaran tentang kesabaran, kepercayaan, dan keteguhan dalam menghadapi ujian hidup.

Bukit Shafa dan Marwah, Sejarah Sa’i dalam Haji

Bukit Shafa dan Marwah adalah dua bukit yang terletak di sekitar Masjidil Haram di Makkah, Arab Saudi. Kedua bukit ini memiliki nilai sejarah yang sangat penting dalam tradisi dan sejarah Islam, terutama terkait dengan ibadah haji dan umrah.

Bukit Shafa dan Marwah dikaitkan dengan kisah Nabi Ibrahim AS dan istrinya Siti Hajar, beserta putra mereka Nabi Ismail AS. Kisah ini berkaitan dengan peristiwa penting dalam Islam yang dikenal sebagai Sa’i.

Baca Juga: Syarat Badal Umroh yang Wajib Terpenuhi

Dalam kisah ini, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk meninggalkan istrinya Siti Hajar, dan putranya Nabi Ismail AS, di sebuah lembah yang tandus di Makkah, tanpa persediaan air atau makanan. Setelah beberapa waktu, persediaan air yang mereka bawa habis, dan Siti Hajar merasa putranya yang kecil sangat haus. Dalam keputusasaan Siti Hajar mulai berlari-lari antara dua bukit, Bukit Shafa dan Marwah mencari air atau bantuan.

Saat ia kembali ke Nabi Ismail, Siti Hajar melihat mata air yang di bawah kaki bayi Ismail. Terus mata air tersebut diberi nama Zamzam. Mata air ini menjadi sumber air yang melimpah bagi Hajar dan Ismail, serta bagi orang-orang yang kemudian tinggal di sekitar Makkah hingga saat ini. 

Sa’i Diantara Bukit Shafa dan Marwah

Sa’i menjadi salah satu rukun penting dalam ibadah haji dan umrah, jika ditinggalkan maka haji dan umroh akan tidak sah. Setiap orang yang melakukan haji atau umrah diharuskan untuk melakukan tujuh kali perjalanan bolak-balik antara Bukit Shafa dan Marwah.

Sa’i adalah rukun dalam ibadah haji dan umrah dengan berjalan tujuh kali bolak-balik antara dua bukit, yaitu Bukit Shafa dan Marwah, dimulai dari shafa dan berakhir di marwah.

Baca juga: 3 Amalan yang Pahalanya Setara Dengan Haji, Sholat Berjamaah Salah Satunya

Syarat Sa’i

  • Didahului dengan thawaf;
  • Dimulai dari bukit shafa dan berakhir di bukit Marwah;
  • Menyempurnakan tujuh kali perjalanan dari bukit Shafa ke bukit Marwah dan sebaliknya dihitung satu kali perjalanan;
  • Dilaksanakan di tempat Sa’i. 

Dengan melaksanakan Sa’i, jamaah haji dan umrah diingatkan akan nilai-nilai dalam Islam, seperti kesabaran, keberanian, dan keikhlasan. Ritual ini juga mempererat ikatan antara sejarah, tradisi, dan keyakinan umat Islam.

Jika jamaah memiliki rencana untuk pergi umroh, pilihlah travel yang terpercaya dan memiliki track record yang sudah terjamin. Almira Travel hadir untuk muslim Indonesia sebagai travel umroh dan haji terbaik, terpercaya, aman dan amanah. Travel kami telah lama melayani jamaah untuk menemani ibadah suci mereka.

Berikut 8 Tempat Mustajabnya Do’a di Tanah Suci

Berikut 8 Tempat Mustajabnya Do’a di Tanah Suci

Tanah Suci merupakan tempat yang sangat istimewa bagi umat Islam dari seluruh dunia. Selain menjadi tempat suci yang dihormati dalam agama Islam, Mekkah Al-Mukaromah dan Madinah Al-Munawwarah juga ada tempat-tempat yang mustajab untuk berdoa, doa yang dipanjatkan akan lebih cepat terkabul dari pada dipanjatkan di tempat lainya.

Salah satu tempat yang paling suci di Tanah Suci adalah Masjidil Haram, yang terletak di kota suci Makkah. Di dalam Masjidil Haram, terdapat Ka’bah yang menjadi kiblat bagi seluruh umat Islam. Berdoa di Masjidil Haram dianggap sangat mustajab karena tempat ini merupakan pusat ibadah yang memancarkan aura spiritual yang luar biasa. Selain itu, Bukit Shafa dan Marwah, yang terletak di sekitar Masjidil Haram, juga dianggap mustajab untuk berdoa. Tempat ini memiliki nilai sejarah yang kuat, terkait dengan perjalanan Hajar, ibu Nabi Ismail, dalam mencari air untuk putranya. Berdoa di antara dua bukit ini juga dianggap sebagai momen yang sangat berarti dalam menghadapkan diri kepada Allah.

Baca juga: 8 Tips agar Tidak Tersesat selama Haji

8 Tempat Mustajabnya Do’a di Tanah Suci

Berikut Tempat-tempat yang menjadi mustajabnya doa :

Multazam, tempat atau jarak antara sudut Hajar Aswad dan pintu Kakbah. Multazam merupakan tempat paling utama. Cucurkanlah air mata seraya memohon ampunan kepada Allah SWT. Jika memungkinkan, pegang pintu Kakbah. Mintah kebaikan dan kebahagiaan bagi dunia dan akhirat.

1# Multajam

Multazam adalah area atau tempat tertentu di Masjidil Haram di Makkah yang terletak antara Hajar Aswad (batu hitam) dan pintu masuk ke Ka’bah. Tempat ini memiliki makna dan nilai penting dalam tradisi Islam. 

Banyak peziarah dan jamaah haji berusaha mendekati Multazam dan berdoa di tempat tersebut. Dipercaya bahwa doa-doa yang diucapkan di Multazam memiliki peluang lebih besar untuk dikabulkan oleh Allah SWT. 

Multazam adalah salah satu tempat yang penuh keberkahan dan kekhususan di Masjidil Haram, di mana umat Muslim berusaha mengungkapkan kerendahan diri dan memohon kepada Allah dengan harapan mendapatkan keberkahan dalam hidup mereka.

Baca juga: Seharusnya Umroh Berapa Hari sih?

2# Hijr Ismail

Tempat mustajab nomor 2 adalah Hijr Ismail, tempat yang berbentuk setengah lingkaran yang menjadi salah satu tempat yang mustajab untuk memanjatkan doa. Terletak di utara Kabah yang dipercaya tempat berteduh Nabi Ismail AS ketika membangun Ka’bah. Di Hijr Ismail umat islam juga disunnahkan untuk melakukan sholat sunnah.

3# Rukun Yamani

Rukun Yamani adalah salah satu sudut atau pojok Ka’bah yang terletak di sisi Yaman dari Ka’bah. Rukun Yamani sering menjadi tempat yang ramai dikunjungi oleh jamaah haji dan peziarah saat mereka berada di Masjidil Haram di Makkah.

Rukun Yamani memiliki makna dan nilai penting dalam tradisi Islam. Menurut riwayat yang diterima, Nabi Muhammad SAW pernah mencium dan menyentuh sudut Rukun Yamani ketika beliau melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah selama ibadah haji. Mengikuti langkah Rasulullah, banyak jamaah haji dan peziarah yang berusaha mencium atau menyentuh sudut Rukun Yamani saat mereka berada di sekitar Ka’bah, jika tidak memungkinkan bisa diganti dengan isyarah.

4# Ketika Sa’i

Sai merupakan bagian dari ibadah haji dan umrah yang melibatkan berjalan antara dua bukit, yaitu Bukit Shafa dan Bukit Marwah. Waktu mengerjakan sa’i jamaah dianjurkan memperbanyak dzikir dan doa.

Sai diadopsi dari tindakan Siti Hajar, ibu Nabi Ismail, ketika dia mencari air untuk putranya yang kehausan di padang pasir Makkah. Menurut cerita yang diteruskan dalam tradisi Islam, Hajar berlari-lari antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah tujuh kali dalam upayanya mencari air. Akhirnya, air zam-zam muncul di dekat tempat Nabi Ismail berada. 

Raudhah adalah sebuah area yang terletak di dalam Masjid Nabawi di Madinah, Arab Saudi. Kata “Raudhah” berasal dari bahasa Arab yang berarti “taman”. Raudhah juga sering disebut sebagai “Taman Surga” karena keindahan dan keberkahan spiritual yang dikaitkan dengan tempat tersebut.

5# Raudhah

Raudhah dianggap sebagai salah satu tempat yang paling suci dan mustajab di dalam Masjid Nabawi. Raudhah merupakan area di antara mimbar Rasulullah Muhammad SAW dan makam beliau. Dianggap sebagai bagian dari surga di bumi, Raudhah merupakan salah satu tempat di mana doa-doa dan amalan yang dilakukan diterima dengan lebih baik oleh Allah SWT.

Area ini biasanya ramai dan diawasi oleh petugas keamanan untuk menjaga ketertiban dan memastikan kesempatan bagi semua peziarah untuk merasakan keberkahan dari tempat yang begitu istimewa ini.

 Jika jamaah memiliki rencana untuk pergi umroh, pilihlah travel yang terpercaya dan memiliki track record yang sudah terjamin. Almira Travel hadir untuk muslim Indonesia sebagai travel umroh dan haji terbaik, terpercaya, aman dan amanah. Travel kami telah lama melayani jamaah untuk menemani ibadah suci mereka.

Mengenal Sa’i Dalam Haji dan Umroh

Mengenal Sa’i Dalam Haji dan Umroh

Haji merupakan salah satu acara paling penting dalam kalender Islam. Ini adalah kewajiban wajib bagi semua orang Muslim yang mampu secara fisik dan finansial untuk melakukannya setidaknya sekali dalam hidup mereka. 

Haji melibatkan serangkaian ritual dan praktik yang melambangkan hubungan yang dalam antara umat Muslim dengan Sang Pencipta. Rukun Haji adalah serangkaian ritual yang harus dilakukan setiap jamaah haji selama perjalanan haji.

Rukun haji adalah serangkaian tindakan ritual yang harus dilakukan oleh setiap jamaah haji yang melakukan ibadah haji di Makkah. Rukun haji terdiri dari enam hal yang wajib dilakukan, yaitu ihram, wukuf di Arafah, tawaf, sa’i, tahallul dan tertib. 

Baca juga: Pengertian Tawaf Wada’ Dalam Umroh dan Haji

Setiap rukun haji memiliki makna dan nilai yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim, sehingga setiap jamaah haji diharapkan untuk melaksanakannya dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan.

Salah satu rukun haji dan umroh adalah sa’i, yang dimaksud sa’i adalah berjalan tujuh kali antara bukit Shafa dan bukit Marwah yang disebut Sa’i. Tidak ada doa yang diwajibkan di dalam Sa’i jadi jama’ah bisa memanjatkan doa yang di inginkan. 

Syarat sa’i iyalah memulai dari bukit Shafa dan mengakhiri di bukit Marwah, berjalan dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali dan dari Marwah ke bukit Shafa dihitung satu kali juga.

Hukum Sa’i Dalam Umroh dan Haji

Banyak pendapat untuk rukun satu ini, menurut Imam Maliki, Imam Hambali dan Imam Syafi’i termasuk dalam rukun haji dan umroh yang jika ditinggalkan maka haji dan umroh tidak sah. Imam Hanafi berpendapat sa’i termasuk dalam wajib haji, jika ditinggalkan maka jamaah harus membayar denda atau dam.

Syarat Sa’i 

  • Didahului dengan thawaf; 
  • Dimulai dari bukit safa dan berakhir di bukit Marwah; 
  • Menyempurnakan tujuh kali perjalanan dari bukit Shafa ke bukit Marwah dan sebaliknya dihitung satu kali perjalanan; 
  • Dilaksanakan di tempat Sa’i

Hikmah Sa’i 

Mengikuti jejak Nabi Ibrahim, Sa’i merupakan bagian dari ibadah haji dan umrah yang dilakukan untuk mengenang perjuangan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar. Dalam sejarah Islam, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk meninggalkan istrinya dan putranya, Ismail, di lembah Makkah yang kering. Dalam pencarian air, Siti Hajar berlari antara bukit Safa dan Marwah tujuh kali. Sa’i adalah cara untuk mengikuti jejak mereka dan menghormati perjuangan dan ketabahan mereka.

Sa’i merupakan simbol pengorbanan dan kesabaran, melalui sa’i, umat Muslim diajarkan nilai-nilai pengorbanan dan kesabaran. Sa’i melibatkan perjalanan berulang kali antara Safa dan Marwah yang melambangkan ketabahan dan keteguhan dalam mencari sesuatu yang diinginkan. Ini mengajarkan kita untuk tidak menyerah dalam menghadapi rintangan dan tantangan hidup, serta untuk terus berusaha dengan penuh kesabaran dan keyakinan.

Peningkatan ketaqwaan dan kesadaran spiritual, sa’i adalah salah satu aspek ibadah yang memperkuat ketakwaan dan kesadaran spiritual seseorang. Ketika seseorang berlari antara Safa dan Marwah, itu menjadi momen introspeksi dan refleksi diri. Sa’i mengingatkan kita akan sifat fana dunia ini dan pentingnya mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah. Dalam prosesnya, umat Muslim dapat merenungkan hubungan mereka dengan Tuhan dan berupaya untuk menjadi hamba yang lebih baik.